
Menjaga Kearifan Lokal Melalui Pondok Pesantren – Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, bahasa, tradisi, agama atau kepercayaan, dan suku. Semua itu memunculkan kearifan lokal yang mempunyai nilai-nilai universal (Mochtar Lubis, 1992, Kebudayaan, Masyarakat, dan Manusa Indonesia: Persatuan” Catatan Budaya). lokalitas dan adat istiadatnya yang indah dan inspiratif.
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam (US Commission for International Religious Freedom, 2017, Annual Report 2017), kegiatan-kegiatan yang bermuatan agama Islam kuat di negara ini. Termasuk yang terkait dengan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia.
Dalam banyak literatur otoritatif, pembahasan mengenai interniran tidak hanya sesuai dengan ajaran Islam sebagai agama dan mayoritas penganutnya di tanah air. Apalagi pesantren sudah menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Oleh karena itu, tidak salah jika pesantren dianggap sebagai kekayaan nasional yang tersebar di banyak daerah di Indonesia (Nurcholish Madjid, 1997, Pesantren Bilik-Bilik).
Pondok pesantren beserta jajarannya termasuk para santri mempunyai tradisi yang unik dan menarik. Sebaliknya, itu adalah ragam kearifan lokal. Tambahkan variasi lokal dan khazanah yang penuh pesan moral. Momentum Hari Santri yang jatuh pada tanggal 22 Oktober dapat menjadi pengingat akan eratnya hubungan antara tradisi Santri nusantara dengan kearifan lokal Indonesia.
Apalagi kearifan lokal mempunyai kaitan yang erat dengan pengetahuan nasional. Visi nasional merupakan cara pandang positif setiap warga negara Indonesia terhadap bangsanya yang penuh keberagaman namun mempunyai visi yang sama yaitu kesejahteraan (Idup Suhady dan A. Sinaga, 2006, Visi Nasional Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia ). .
Dengan memahami dan mengapresiasi kearifan lokal yang ada di seluruh nusantara, maka warga akan memahami bahwa setiap daerah di Indonesia mempunyai keunikannya masing-masing. Fakta ini patut diapresiasi dan dijadikan pedoman untuk melangkah maju. Semangat persatuan dalam kehidupan sehari-hari diharapkan selalu dipupuk dan didukung.
Salah satu tradisi santri yang mempunyai nilai kearifan lokal adalah tradisi makan tabheg. Tabhég merupakan salah satu makanan tradisional masyarakat Jawa Timur yang dibungkus dengan daun pisang yang diisi nasi dengan masakan sederhana seperti ikan asin, terong, sambal dan kerupuk (Bambang Subahri, 2020, Pesan Semiotik Tradisi Makan) . Tabhég di pesantren). Sekolah).
Pada mulanya tabheg merupakan oleh-oleh yang dibawa oleh wali murid. Namun biasanya tabheg tidak hanya disantap oleh siswa yang berkepentingan saja, melainkan disantap bersama teman-temannya. Apalagi teman-teman yang belum punya taheg lalu. Seiring berjalannya waktu, model tabheg menjadi lebih besar dengan menggunakan daun pisang yang relatif panjang. Oleh karena itu, memudahkan siswa yang ingin makan bersama.
Makan tabheg mengajarkan siswa untuk hidup sederhana penuh rasa syukur. Salah satu bentuk rasa syukur adalah dengan berbagi bersama. Menurut para ahli, kesederhanaan merupakan salah satu unsur dasar dalam pendidikan karakter. Kesederhanaan merupakan jalan bagi pembelajar ilmu, dalam konteks ini termasuk mahasiswa, untuk menemukan eksistensi dirinya (Cucu Arumsari, 2018, Nasehat Individu Menggunakan Teknik Pemodelan untuk Meningkatkan Kekuatan Karakter Sederhana).
Dalam beberapa teori psikologi tentang pendidikan karakter bagi anak dan remaja, dimana siswa termasuk dalam kelompok ini, meliputi dimensi penalaran moral, perasaan moral dan perilaku moral (Thomas Lickona, 1991, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility) . ). Pendidikan asrama secara umum mencakup dimensi ini juga (HA Rodli Makmun, 2014, Pembentukan Karakter Berbasis Asrama: Kajian di Pondok Pesantren Tradisional dan Modern di Kabupaten Ponorogo).
Jika dicermati, landasan filosofis tradisi makan tabheg ini sesuai dengan kajian terhadap tiga dimensi moral yang dimaksud. Pertama, pada aspek penalaran moral tradisi ini. Mengamalkan kesederhanaan santri bermula dari dorongan untuk mewujudkan pribadi yang tidak berlebihan dalam hidup. Para pelajar diwujudkan sebagai karakter sederhana dengan aturan-aturan di masa pensiun yang melarang perilaku demonstrasi dan keseragaman dalam gaya hidup sehari-hari.
Kedua, pada aspek moral feeling atau perasaan moral. Siswa selalu diinstruksikan untuk berempati dan bersimpati terhadap orang lain. Baik ketika mereka tinggal di lingkungan pesantren, maupun ketika berada di luar pesantren. Tak heran, selain pembelajaran sederhana, mereka juga belajar tentang pentingnya persatuan dan kerja sama. Saling peduli dan berbagi, saling menghargai dan menghormati, diterapkan tanpa memandang perbedaan tingkat sosial atau variabel status lainnya.
Ketiga, pada aspek moral atau perilaku moral. Siswa diindoktrinasi untuk menaati nilai-nilai moral, tentunya berdasarkan Pancasila yang menjadi pilar utama keyakinan agama. Wujud dari pemahaman alasan moral dan perasaan moral adalah perilaku moral yang sesuai dengan pendapat masyarakat umum.
Tabhég hanyalah salah satu dari sekian banyak tradisi santri yang mempunyai muatan keagamaan dan pendidikan karakter. Dalam negeri mempunyai posisi negosiasi dalam menjaga keutuhan bangsa. Sejarah mencatat bahwa para pensiunan ikut serta dalam kemerdekaan republik ini. Artinya, tradisi dan pelajaran di pesantren akan sesuai dengan aturan negara.
Tradisi makan tabheg ini juga dibawa ke lingkungan luar pesantren. Sebelum pandemi Covid-19, tradisi makan taheg banyak dilakukan oleh komunitas, lembaga, dan kelompok masyarakat. Misalnya ketika saya sedang rapat atau beraktivitas.
Saat sesi makan, daun pisang akan bertebaran. Kemudian ditaruh pula nasi dan ikan bersama sambal dan kerupuk. Memang dalam perkembangannya makanan laut bisa lebih bervariasi, seperti penambahan daging ayam, daging, dan makanan pendukung lainnya. Pada prinsipnya nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal tradisi makan taheg semakin diakui di masyarakat. (*)
Dengan menandatangani, Anda menyetujui Ketentuan Penggunaan kami dan mengakui praktik data dalam Kebijakan Privasi kami. Anda bisa berhenti berlangganan kapan saja SUKARAME, (BAB).- Kemeriahannya terlihat di Desa Wargakerta, Kecamatan Sukarame, Kabupaten Tasikmalaya. Mereka terlihat antusias mengikuti acara bertajuk Ngawas Lembur yang digagas oleh Pondok Pesantren Al Ma’mur Rancabolang Desa Wargakerta dan Lesbumi (Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia) PCNU Kabupaten Tasikmalaya.
Dalam hal ini terdapat beberapa peristiwa. Dimulai dari lomba khotbah, kreasi seni mahasiswa, karnaval dan parade desa yang ditutup dengan orasi budaya yang diarahkan langsung oleh penyair dan budayawan, Acep Zamzam Noor.
“Kegiatan ini merupakan upaya masyarakat desa untuk melestarikan dan melindungi seni, tradisi, dan budaya yang ada di negara kita,” kata Ketua Eksekutif Lembur Awas, Agengan Nurul Muhtadin, Senin (19/6/2017).
Apalagi, kata Nurul, kondisi masyarakat saat ini sudah lama berubah cara hidup ke arah yang disebut modern. Segala sesuatu tentang kampung halaman, mulai dari tradisi hingga budaya, dianggap kuno dan kampungan.
“Meningkatkan kepekaan terhadap keadaan sekitar masyarakat. Nilai inilah yang ingin kita munculkan. Gotong royong dan kearifan lokal lainnya. Terutama menyangkut tradisi interniran,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua PCNU Lesbumi Kabupaten Tasikmalaya Imam Mudofar menjelaskan, kata Jaga Lembur memiliki banyak arti yang berarti perlindungan kampung halaman. Mulai dari menjaga lingkungan dari berbagai jenis kerusakan alam, menjaga lingkungan dari sampah, banjir, ancaman moral, pornografi, alkohol, radikalisme, dan menjaga nilai-nilai luhur lainnya.
“Termasuk menjaga persaudaraan Islam, persaudaraan wathoniah dan persaudaraan basariah. Jagalah persatuan, kesatuan, keberagaman, jaga NKRI, Pancasila dan UUD 1945. Dan yang dimulai dari tujuan yang paling kecil disebut kampung halaman, Katanya. (Jani Noor) Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya dan tradisi. Salah satu lembaga pendidikan yang telah lama mengembangkan dan memelihara kearifan lokal dan budaya Indonesia adalah pesantren. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua. lembaga pendidikan di Indonesia yang berdiri sejak abad ke-16.
Pensiun mempunyai peranan penting dalam melindungi dan melestarikan nilai-nilai luhur kebudayaan Indonesia. Di tengah percepatan globalisasi, pesantren tetap konsisten menjaga tradisi dan kearifan lokal. Hal ini menjadikan pesantren sebagai benteng kebudayaan Indonesia.
Keunikan tradisi yang ada di pesantren tidak hanya berkaitan dengan aspek keagamaan saja, namun mencakup aspek sosial, budaya, dan pendidikan. Tradisi ini telah diwariskan secara turun temurun dan masih dipertahankan hingga saat ini. Adanya tradisi tersebut menjadikan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang unik dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya.
Pada artikel kali ini kita akan membahas lebih mendalam mengenai tradisi unik pesantren yang melestarikan kearifan lokal dan budaya Indonesia. Kita lihat bagaimana tradisi ini berkontribusi dalam membangun karakter dan kepribadian peserta didik, serta perannya dalam melestarikan budaya Indonesia. Yuk simak ulasan lengkapnya.
Di era modern ini, banyak generasi muda yang mulai meninggalkan tradisi dan budaya lokal. Mereka lebih tertarik pada budaya asing yang dianggap lebih segar dan modern. Hal ini tentu menjadi ancaman bagi pelestarian budaya Indonesia.
Selain itu, globalisasi juga memberikan dampak negatif terhadap generasi muda. Mereka menjadi lebih individualistis, materialistis, dan kehilangan jati diri sebagai orang Indonesia. Fenomena ini tentu meresahkan banyak pihak, termasuk orang tua dan guru.
Di sisi lain, sistem pendidikan formal yang ada saat ini dinilai kurang efektif dalam membangun karakter dan kepribadian peserta didik. Pengajaran yang terlalu menitikberatkan pada aspek kognitif dan mengabaikan aspek afektif dan psikomotorik menyebabkan siswa kurang memiliki kecakapan hidup dan nilai moral yang kuat.
Tentu saja permasalahan tersebut memerlukan solusi yang tepat. Salah satu solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan memperkenalkan dan mengajak generasi muda untuk belajar di pesantren. Di pesantren, Anda tidak hanya akan belajar ilmu agama, tetapi juga belajar tentang tradisi, budaya, dan nilai-nilai bangsa Indonesia.
Pensiun menawarkan solusi yang tepat terhadap permasalahan yang disebutkan di atas. Di pesantren santri tidak hanya mempelajari ilmu agama saja, namun juga mempelajari nilai-nilai luhur seperti kemandirian, kesederhanaan, toleransi dan nasionalisme.
Tradisi unik yang ada di pesantren juga berperan penting dalam membangun karakter dan kepribadian para santri. Misalnya tradisi membaca kitab kuning, tradisi rihlah ilmiah (perjalanan mencari ilmu), tradisi mujahadah (bersungguh-sungguh dalam beribadah) dan lain-lain. Tradisi ini mengajarkan siswa untuk memiliki etos belajar yang tinggi, sikap rendah hati, menghormati guru dan orang tua, serta cinta tanah air.
Selain itu, pesantren juga mengajarkan para santrinya untuk hidup sederhana